December 28, 2015

Article: Patriot Energi, Mengawal Listrik Hingga Perbatasan

Tubuhnya semakin kurus. Pun, kulit kian melegam. Dua bulan bertugas di Desa Arma, Pulau Yamdena, Maluku Tenggara Barat, ia kerap makan seadanya. Hanya jarak sejauh lima kilometerlah yang jadi santapan rutin sehari-hari.

Mirna Nur Utami, satu dari 79 Patriot Energi yang diterjunkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak 20 Oktober 2015 ke berbagai daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Bersama mereka mengawal elektrifikasi dan pemanfaatan energi terbarukan bagi masyarakat. Para patriot diharapkan menjadi penggerak energi, sekaligus membuat masyarakat di daerah mereka bertugas semakin mencintai Tanah Air. 

Patriot Energi adalah program yang digagas oleh Tri Mumpuni (sosok yang dikenal sebagai Wanita Listrik Indonesia) bersama Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE). Program  untuk memperkuat kemandirian energi bangsa agar tidak bergantung semata pada energi fosil. 

Para patriot mendapat lokasi penempatan sesuai hasil pelatihan yang telah dijalani sebulan sebelum berangkat. Ada empat kompetensi para patriot, yaitu kejuangan, keteknikan, pembangunan berbasis masyarakat, dan keikhlasan. “Kami diajarkan bagaimana bisa survive di alam bebas, teknik PLTS, psikologi, kerjasama tim, pendekatan masyarakat, pembangunan berkelanjutan dan masih banyak lagi oleh narasumber, seperti Ricky Elson, Anies Baswedan, dan Kuntoro Mangkusubroto,“ cerita Mirna. 

Ke-79 patriot disebar di 63 wilayah. Mirna tadinya ditempatkan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, namun karena Pulau Yamdena masih kurang tenaga, sehari sebelum keberangkatan, ia diputuskan pindah ke Maluku Tenggara Barat, wilayah pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara pada 1999. 


Photo by: Mirna Nur Utami

Jadilah tiga orang yang ditugaskan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, ia dan seorang teman di Pulau Yamdena dan seorang lagi di Pulau Selaru. “Sebenarnya proses seleksi sampai tahap pelatihan tidak sulit, namun lebih dilihat keseriusan minat untuk benar-benar turun ke lapangan dan bekerja untuk masyarakat,“ jelasnya melalui surel. 

Biasa menghabiskan waktu senggangnya dengan backpacker-an serta partisipasi di berbagai organisasi sosial, membuatnya terpanggil ketika melihat program ini. “Ada panggilan dalam hati yang membuat saya rela meninggalkan zona nyaman. Kenyataannya kondisi masyarakat di sini jauh berbeda dengan Jakarta. Mereka bisa hidup tentram dengan keterbatasan mengapa saya tidak?“

“Ibarat sindiran satir Seno Gumira Ajidarma ’Menjadi Tua di Jakarta’, saya tidak ingin menjadi tua di Jakarta dengan pekerjaan jenuh dan kenangan buruk di masa muda dengan pensiun yang tidak seberapa,“ selorohnya serius.

Kemandirian Energi

Hingga kini ia sudah menjalani dua dari empat bulan masa tugas. Sebelum seluruh tugasnya tercapai, ia pantang pulang ke Jakarta. Mengawal mungkin kedengarannya mudah, tapi di lapangan kadang ada masyarakat lokal yang menolak pembangunan PLTS, sehingga mereka harus menjadi penengah.

Pengecoran dudukan tiang penyangga modul/panel surya

Kementerian ESDM menekankan agar masyarakat mandiri dalam mengelola pembangkit listriknya. Tidak hanya listrik namun juga produk industri yang sebagian besar hasil usaha penanaman modal asing. Warga harus dapat mandiri memenuhi kebutuhan hidup dengan memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam. Kemandirian energi penting agar masyarakat tidak bergantung terhadap kebutuhan energi dari luar.  

Desa ini letaknya jauh dari PLN pusat di Saumlaki dan jika pun PLN membuat jaringan dengan mengambil listrik dari kabupaten maka akan kehilangan daya karena kabel tidak cukup panjang. Membuat PLTD mesin turbin juga tidak murah karena memerlukan bensin yang cukup banyak. Misalnya satu mesin PLTD kapasitas 500kw membutuhkan rata-rata 50 liter bensin untuk total beban puncak 80kwh selama lima jam listrik menyala. 

Maka pembangkit dari renewable energi seperti PLTS dan PLTMH diharapkan dapat melistrik daerah terpencil. Selain lebih murah juga menjaga ekosistem lingkungan karena menggunakan sumber daya alam seperti air, matahari, dan angin. Di desa saya berlebih karena PLTD yang sudah dibangun berkapasitas 4 x 500Kw sedangkan PLTS yang sedang dibangun 250Kwp yang direncanakan untuk melistriki dua kecamatan. 

Mirna menjelaskan, “Sebelum berangkat kami dibekali persiapan untuk bisa menggerakkan potensi ekonomi masyarakat dengan adanya listrik dari PLTS. Kami juga harus mengembangkan potensi energi terbarukan lainnya seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Geothermal. 

Realitanya di Indonesia bagian Timur belum semuanya terjangkau listrik. Kekosongan inilah yang berusaha diatasi oleh Kementerian ESDM dengan mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).  

Di sini Patriot Energi mendapat tugas untuk mendampingi warga hingga pembangunan PLTS selesai dan warga bisa secara mandiri mengelola kepengurusan organisasi untuk perawatan PLTS. Jika pembangunan sudah selesai akan ditunjuk operator dan warga dapat membentuk koperasi pengelolaan listrik desa.

Pemasangan tiang penangkal petir di PLTS
Tidak hanya harus menghadapi penolakan dari warga lokal ia sendiri pun harus beradaptasi dengan lingkungan Pulau Yamdena. “Semua kebutuhan mahal harganya di sini. Listrik saja baru menyala Agustus 2015 lalu, mereka baru merdeka dari kegelapan setelah Indonesia merdeka 70 tahun.

Mirna menjelaskan, selama ini Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) hanya mampu menyalakan listrik dari jam 19:00-23:00, uang warga pun habis untuk membeli minyak tanah dan bensin untuk genset. Begitu juga sinyal telepon hanya empat jam dan hanya bisa sms. “Setidaknya mereka berharap bisa mendapatkan listrik murah minimal untuk penerangan,” paparnya. 

Pengangkatan modul/panel surya yang terkena hujan

Hidup di Perbatasan

Lingkungan yang berbeda dengan kota juga menjadi tantangan tersendiri. “Kaki saya sudah habis digigit binatang Agas. Orang sini biasanya menyebutnya sandflies, semacam nyamuk kecil yang biasa ada di daerah air payau. Sekalinya digigit gatalnya ampun dan meninggalkan bekas meskipun tidak digaruk,“ ringisnya. Namun kendala ini bukannya mematahkan semangat justru semakin memacunya karena kendala yang dihadapi pun bermacam-macam.

Belajar energi lewat permainan ular tangga

Mirna juga teringat ketika ada temannya yang sakit mendadak harus segera dibawa ke kabupaten. “Di desa ada Puskesmas tapi tidak ada dokter. Untung ada ambulans desa meskipun kami harus menempuh perjalanan tanpa lampu penerangan. Bayangkan saja tahun-tahun sebelumnya berapa banyak kasus kematian ibu hamil karena akses yang sulit,” terangnya. 

Menjadi Patriot Energi tidak hanya membuka matanya bahwa belum semua masyarakat menikmati kebutuhan dasar listrik tapi juga mengajarkan toleransi dengan sesama. “Warga desa berbaik hati menampung saya di rumahnya. Meskipun saya muslim sendiri tapi toleransi di sini sangat tinggi. Kadang kita beranggapan daerah Timur bukan tempat yang aman.

Padahal kita belum mengenal mereka saja karena warga di sini tulus membantu tanpa harap imbalan. Mereka bahkan menghalau anjing yang berkeliaran di desa saat saya lewat. Jika mengadakan acara mereka menyembelih ayam kepada masyarakat muslim disana agar saya bisa ikut makan,” kisah Mirna. 

Ini adalah cara kita untuk bisa menguji diri kita sendiri seberapa jauh bisa melampaui batas diri. “Jangan harap bisa makan nasi, setiap hari saya makan umbi-umbian yang membuat bibir gatal dan mati rasa. Warga mengatakan makanan tanah adalah hal yang harus disyukuri,“ ungkap Mirna. 

Jalanan ke kabupaten baru satu tahun terakhir diaspal tapi jangan berharap nyaman, kadang penumpang harus naik di atap karena terbatasnya jumlah mobil setiap harinya. Itupun disesaki muatan sembako. Sepanjang Pulau Yamdena dari Desa Arma hanya ada pasar di Kabupaten Saumlaki saja. Bisa juga membeli sembako di Kota Larat tapi jalan ke sana bahkan lebih parah. 

Saya berharap kehadiran Patriot Energi dapat membuat warga lebih bijak menggunakan listrik. Warga harus dapat memilah peralatan elektronik yang digunakan. “Kita juga mengedukasi warga bahwa ada batas beban (energy limiter) sehingga masyarakat harus menggunakan peralatan sesuai daya supply,” jelasnya. 

Perawatan baterai dengan cara ini dapat menghindari kerusakan karena daya yang berlebih (khususnya PLTS off grid).Tujuan akhirnya tentu dengan adanya listrik masuk desa, masyarakat dapat mengembangkan industri lokal untuk menopang ekonomi keluarga.  

Ia ingin agar Patriot Energi bisa terus mengedukasi masyarakat akan kemandirian energi dan pengembangan produk lokal. Selain mengawal pembangunan pembangkit listrik juga menggali potensi daerah yang bisa dikembangkan baik energi atau hasil pertaniannya. 

“Potensi daerah di sini adalah tenun Tanimbar, keladi umbi-umbian yang besar, dan kacang hijau. Namun sayangnya belum ada dinas terkait yang memberikan penyuluhan agar potensi ini memiliki nilai ekonomi lebih untuk dijual,” tutupnya. 

Source: http://infopublik.id/read/140169/-patriot-energi-mengawal-listrik-hingga-perbatasan.html

2 Comments:

  1. asli mbak, pemadnangan disana nggak kalah bagusnya dan penduduknya pasti ramah-ramah.

    ReplyDelete
  2. Hahaha pastinya. Tapi saya sendiri blm pernah ke sana. Sudah pernah ke sana mas Fajar?

    ReplyDelete